*Belajar Ikhlas dari Amalan Ramadhan*
Rabu, 22 Maret 2023
Yang dimaksud ikhlas adalah memurnikan ibadah hanya untuk Allah semata.
Bulan Ramadhan sendiri adalah bulan yang di dalamnya diajarkan keikhlasan.
Lihat saja dalam *amalan puasa* disebutkan,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
_“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”_ (HR. Bukhari, no. 38; Muslim, no. 760, dari Abu Hurairah _radhiyallahu ‘anhu)._
Dalam amalan *shalat malam atau shalat tarawih* disebutkan,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
_“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”_ (HR. Bukhari, no. 37; Muslim no. 759, dari Abu Hurairah _radhiyallahu ‘anhu)._
Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi dalam _Syarh Shahih Muslim,_ 6: 36.
Juga ketika seseorang *menghidupkan lailatul qadar dengan shalat malam* disebutkan,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
_“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”_ (HR. Bukhari no. 1901, dari Abu Hurairah _radhiyallahu ‘anhu)._
Yang dimaksud _ihtisaban_ dalam hadits di atas berarti beramal karena mengharap pahala dari Allah. Itulah yang dimaksud ikhlas. Yang diharap bukanlah pujian manusia. Yang diharap bukanlah semata-mata harapan dunia.
*Bagaimana belajar untuk ikhlas dari puasa Ramadhan?*
*Pertama: Belajar tidak mengharap pujian manusia*
Dari Abu Sa’id Al-Khudri _radhiyallahu ‘anhu,_ ia berkata, “Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ pernah keluar menemui kami dan kami sedang mengingatkan akan (bahaya) _Al-Masih Ad-Dajjal._ Lantas beliau bersabda, _“Maukah kukabarkan pada kalian apa yang lebih samar bagi kalian menurutku dibanding dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal?”_ “Iya”, para sahabat berujar demikian kata Abu Sa’id Al-Khudri. Beliau pun bersabda,
الشِّرْكُ الْخَفِىُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّى فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
_“Syirik khofi (syirik yang samar) di mana seseorang shalat lalu ia perbagus shalatnya agar dilihat orang lain.”_ (HR. Ibnu Majah, no. 4204. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Berbuat riya‘ (pamer amalan) benar-benar tidak akan dipedulikan oleh Allah _Ta’ala._ Dalam hadits disebutkan,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
_“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya”_ (HR. Muslim, no. 2985).
Imam Nawawi _rahimahullah_ menuturkan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa” _(Syarh Shahih Muslim,_ 18: 115).
*Kedua: Berusaha menyembunyikan amalan shalih*
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash _radhiyallahu ‘anhu,_ Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ
_“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri.”_ (HR. Muslim, no. 2965)
Yang dimaksud dengan *_al-khafi_* dalam hadits adalah,
الْخَامِل الْمُنْقَطِع إِلَى الْعِبَادَة وَالِاشْتِغَال بِأُمُورِ نَفْسه
“Tidak terkenal (tidak masyhur), terasing untuk menyibukkan diri dalam ibadah dan mengurus dirinya sendiri.” _(Syarh Shahih Muslim,_ 18:84)
Berarti termasuk di antara hamba yang dicintai oleh Allah adalah yang menyembunyikan amalan shalihnya.
Misalnya dalam hal sedekah diperintahkan untuk menyembunyikannya sebagaimana dalam ayat,
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
_“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”_ (QS. Al-Baqarah: 271)
Juga Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ mengatakan mengenai tujuh orang yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat,
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ
_“Ada orang yang bersedekah sembunyi-sembunyi di mana tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”_ (HR. Bukhari, no. 660 dan Muslim, no. 1031).
*Ketiga: Beramal bukan untuk orientasi dunia*
Misalnya ada yang bersedekah cuma ingin dapat balasan di dunia, tidak ingin balasan akhirat sama sekali.
Begitu pula orang yang beramal hanya mengharap dunia semata, ia benar-benar merugi. Allah _Ta’ala_ berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
_“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.”_ (QS. Asy-Syuraa: 20)
Dari Abu Hurairah _radhiyallahu ‘anhu,_ Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ ، وَالدِّرْهَمِ ، وَالْقَطِيفَةِ ، وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ
_“Celakalah hamba dinar, dirham, qathifah dan khamishah. Jika diberi, dia pun ridha. Namun jika tidak diberi, dia tidak ridha, dia akan celaka, dan akan kembali binasa.”_ (HR. Bukhari, no. 2886). _Qathifah_ dan _khamishah_ adalah sejenis pakaian yang mewah.
Kenapa dinamakan hamba dinar, dirham, dan pakaian yang mewah? Karena mereka yang disebutkan dalam hadits tersebut beramal untuk menggapai harta-harta tadi, bukan untuk mengharap wajah Allah. Demikianlah sehingga mereka disebut hamba dinar, dirham dan seterusnya. Adapun orang yang beramal karena ingin mengharap wajah Allah semata, mereka itulah yang disebut hamba Allah (sejati).
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Komentar
Posting Komentar